CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 20 Januari 2013

Hadits Tentang Anjuran Memberi Makan dan Mengucapkan Salam


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna, yang tentunya memiliki dasar pegangan bagi penganutnya. Agama islam memiliki dua pegangan dasar yang harus dijaga oleh umat muslim. Dua pegangan itu adalah Al-Qur’an yaitu firman Allah dan Al-Hadits sebagai sabda dari Rosulullah. Sebagai pedoman dasar bertindak, tentunya seorang muslim harus mengikuti apad yang diperintahkan dalam kedua pedoman itu. Hingga akhirnya banyak keterangan yang menyebutkan bahwa barangsiapa yang berpegang kepada kedua tuntunan itu tidak akan sengsara dunia dan akhirat.
Islam adalah agama kasih sayang. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kehidupan sosial yang senantiasa menganjurkan pemeluknya untuk memiliki kesalehan sosial dalam hidupnya. Salah satu bentuk kesalehan sosial adalah mengucapkan salam dan memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkannya dan memenuhi kebutuhan mereka yang kekurangan seperti yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya.
B.            Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dilihat sehingga bisa dijadikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah teks hadits tentang mengucapkan serta memberi makan terhadap orang lain?
2.      Bagaimanakah tahrij, tahqiq, serta syarah hadits tentang hadits diatas?
3.      Bagaimanakah kontekstualisasi hadits dalam kehidupan sehari-hari?


BAB II
PEMBAHASAN


A.           Teks Hadits Shahih Bukhari 5767

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْحَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ[1]

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid dari Abu Al Khair dari Abdullah bin 'Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam manakah yang paling baik?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal".[2]
B.            Mufrodhat
Memberi Makan          : تُطْعِمُ الطَّعَامَ
Mengucapkan salam    : َتَقْرَأُ السَّلَام
C.           Takhrij hadits
Setelah dilakukan penellusuran pada software lidwa maka penulis menemukan takhrij hadits dari nomor 5767 kitab shahih bukhari.[3]

إفشاء السلام من الإسلام
السلام للمعرفة وغير المعرفة
بيان تفاضل الإسلام وأي أموره أفضل
في إفشاء السلام
أي الإسلام خير
إطعام الطعام
مسند عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله تعالى عنهما
D.           Tahqiq hadits
Adapun kualitas hadits ini adalah shahih secara sanad dan matan, hal ini berdasarkan penilaian dari ibnu hajar al-atqalani dalam software lidwa, yaitu:
Nama
Ulama
Komentar
Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
: Martsad bin 'Abdullah
Ya'kub bin Sufyan
Tsiqah
Yazid bin Abi Habib Suwaid
Adz Dzahabi
Tsiqah
Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman
Ahmad bin Hambal
Tsiqah
Amru bin Khalid bin Farrukh bin Sa'id
Abu Hatim
Shaduuq
E.            Syarah Hadits
Matan hadits ini persis dengan hadits kita bahas sebelumnya yakni Hadits 12: Humanisme Islam. Kedua hadits tersebut diriwayatkan Abdullah bin Amr. Baik pertanyaannya maupun jawaban Rasulullah SAW, keduanya sama persis.
Namun demikian, seperti dijelaskan pada hadits sebelumnya, ketika Imam Bukhari mencantumkan dua hadits yang matan (redaksi) nya sama, beliau memiliki maksud tersendiri ketika menempatkan hadits dengan matan serupa di tempat yang berbeda. Pertama, karena hadits tersebut mengandung pelajaran yang tidak cukup hanya dipaparkan pada satu bab saja. Kenyataannya, memang banyak hadits Nabi yang memuat sejumlah kandungan berbeda. Ia berbicara tentang aqidah, sekaligus juga menerangkan tentang ibadah dan akhlak, misalnya.
Kedua, Imam Bukhari berkeinginan agar umat Islam yang mempelajari kitab shahihnya mendapatkan penekanan kembali mengenai hal yang sangat penting, yang dirasa kemanfaatannya sangat banyak jika hadits dengan matan yang mirip itu ditampilkan. Kemungkinan hal kedua ini yang menjadi alasan hadits ke-12 yang matannya sama dengan hadits ke-28 ini sama-sama dimuat dalam Kitabul Iman. Karenanya Imam Bukhari memberikan judul yang berbeda. Hadits ke-12 diberinya judul (باب إِطْعَامُ الطَّعَامِ مِنَ الإِسْلاَمِ), penekanannya pada memberi makan. Sedangkan hadits ke-28 ini diberinya judul (باب إِفْشَاءُ السَّلاَمِ مِنَ الإِسْلاَمِ), penekanannya pada mengucap/menyebarkan salam.
Ketiga, Sesungguhnya Imam Bukhari tidak pernah mengulang hadits dengan matan dan sanad yang sama persis. Kalaupun matannya sama, sanadnya pasti berbeda. Demikian pula dengan hadits ini. Meskipun hadits ke-12 dan hadits ke-28 diriwayatkan dari dari Laits, dari Yazid, dari Abul Khair, dari Abdullah bin Amr, namun Imam Bukhari menerima hadits ke-12 dari Amru bin Khalid, sedangkan hadits ke-28 diterimanya dari Qutaibah.
Kita lihat pertanyaan ini hampir sama dengan pertanyaan sahabat Nabi pada hadits ke-11. Bedanya, hadits ke-11 menggunakan kata "afdhal" dan pada hadits ini menggunakan kata "khair". Menurut Al-Karmani, afdhal (lebih utama) berarti yang paling banyak pahalanya, dan khair (baik) berarti banyak manfaatnya. Kata yang pertama berkenaan dengan kuantitas, kata kedua berkenaan dengan kualitas.
Akan tetapi, jawaban yang diambil oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani tentang berbedanya jawaban pada dua hadits yang berurutan ini bukan pada perbedaan kata itu. Artinya, baik khair maupun afdhal, keduanya bisa bermakna sama. Yang membedakan perbedaan jawaban Rasulullah adalah berbedanya orang yang bertanya dan para pendengarnya. Rasulullah bermaksud memberikan jawaban yang paling tepat bagi orang yang bertanya. Yang tidak lain merupakan celah bagi orang itu untuk memperbaiki dirinya agar menjadi lebih sempurna.
sedangkan penekanan dari hadits diatas terletak pada dua titik utama yaitu:
1.      Memberi Makan (تُطْعِمُ الطَّعَامَ)
Maksudnya adalah, memberi makan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Berarti pula menjamu tamu. Dalam pengertian yang lebih luas, keislaman yang baik itu adalah yang memiliki kepekaan terhadap problem sosial, khususnya kesejahteraan. Ini sangat diperhatikan oleh Islam. Sebab Islam adalah agama yang sempurna. Bukan hanya mengatur hubungan dengan Allah, melainkan juga memberikan kemanfaatan kepada sesama. Menolong kaum dhuafa', mereka yang lemah. Bentuk sederhananya adalah memberi makan, bentuk luasnya adalah meningkatkan kesejahteraan sesama. Subhaanallah, betapa tingginya nilai humanisme Islam.
2.      Mengucapkan Salam Kepada Orang Yang Engkau Kenal Dan Orang Yang Tidak Engkau Kenal (تَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ)
Sebab Islam adalah agama kedamaian. Salam merupakan simbol perdamaian. Orang lain didoakan supaya selamat setiap bertemu dan berpisah. Saling mendoakan adalah bentuk merealisasikan perdamaian. Ia juga melahirkan kedamaian dan ketentraman, baik bagi yang mengucapkan maupun yang diucapkan salam padanya. Ini sisi humanisme Islam yang lain.
Rasulullah menganjurkan umatnya untuk mengucapkan salam pada siapa saja baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Khususnya dalam masyarakat Islam. Jadi, bila tidak ada kekhawatiran yang signifikan bahwa orang yang dihadapi adalah non muslim, Rasulullah menganjurkan untuk mengucapkan salam. Kenal ataupun tidak kenal.
F.            Kontekstualisasi Hadits Dalam Kehidupan Sosial
Menyebarluaskan salam adalah perintah Allah dan Rasulullah SAW. Dalam Alquran, perintah menyebarkan salam itu terdapat pada surah an-Nur ayat 27 dan 61, an-Nisa [4]: 86, adz- Dzariyat: 24-25). Karena itu, menyebarkan salam merupakan kewajiban setiap Muslim.
Abu Umarah al-Barra’ bin Azib RA berkata, “Rasulullah SAW menyuruh kami melaksanakan tujuh hal, yakni menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang yang bersin, menolong orang yang lemah, membantu orang yang teraniaya, me nyebarluaskan salam, dan menepati janji.” (Muttafaq alaih).
Menyebarluaskan salam berarti menyebarluaskan kedamaian dan keselamatan. Karena, makna dari kalimat “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” adalah semoga Allah memberikan kedamaian (kesejahteraan), me rahmati serta keberkahan kepada kalian semua. Kalimat di atas berarti mengajak setiap umat dan orang yang mendengarnya untuk senantiasa cinta akan kedamaian dan keselamatan. Dengan salam pula, diharapkan seluruh umat akan terhindar dari sikap permusuhan dan kebencian.
Karena pentingnya menyebarkan salam ini, Nabi Muhammad SAW pun pernah memerintahkan seorang yang menaiki kendaraan untuk memberi salam kepada orang yang berjalan kaki. Orang yang berjalan kaki mengucapkan salam kepada orang yang duduk. Dua orang yang bertemu di jalan dan kemudian saling memberikan salam, maka yang lebih dahulu memulai lebih utama dari yang belakangan. (HR Al Bazar dan Ibnu Hibban dari Jabir).
Hadits ini juga menjelaskan tentang amalan yang terbaik (amalan yang banyak pahalanya) dalam Islam. Ada dua amalan yang banyak pahalanya dalam Islam yang disebutkan dalam hadits di atas yaitu : memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal ataupun belum dikenal.
Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan kehidupan sosial senantiasa menganjurkan pemeluknya untuk memiliki kesalehan sosial dalam hidupnya. Salah satu bentuk kesalehan sosial adalah memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkannya dan memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Hadits di atas menganjurkan kepada setiap muslim untuk memberikan makanan kepada muslim lainnya, karena sikap sosial ini dapat menyatukan hati, manambah rasa cinta dan sayang, serta dapat menjadikan pelakunya memiliki kemuliaan jiwa. Maka disunnahkan bagi seorang muslim untuk selalu memberi makanan kepada orang yang membutuhkannya, khususnya orang-orang fakir dan miskin. Supaya tidak dicap sebagai orang yang mendustakan agama, yaitu orang yang tidak mau memberikan makanan kepada orang-orang miskin.
Islam sebagai agama perdamaian dan keselamatan juga sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk selalu menyebarkan ucapan salam (assalaamu ’alaikum) kepada siapapun, baik kepada orang yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal.selama dia bukan non muslim. Ucapan salam ini sebagai wasilah untuk menimbulkan rasa cinta dan sayang sesama kaum muslimin, karena di dalam ucapan salam itu sendiri mangandung do’a keselamatan dan kesejahteraan antara yang memberi salam dan yang menjawabnya. Sungguh benar kalau Islam dikatakan sebagai rahmatan lil ’alamin.[4]
Mengucapkan salam bagi setiap individu muslim jika dia seorang diri, maka hukumnya sunnah mu’akkadah, dan jika berkelompok maka hukumnya sunnah kifayah. Maksudnya jika mereka dalam satu kelompok, maka cukup beberapa orang saja yang mengucapkan salam, tidak disunnahkan semuanya serempak mengucapkan salam.Sedangkan menjawab salam hukumnya wajib ’ain (fardhu ’ain) jika yang menjawabnya hanya seorang diri. Berarti jika ia tidak menjawab salam, maka ia berdosa. Dan jika mereka berkelompok, maka hukumnya wajib kifayah, yaitu cukup beberapa orang saja yang menjawab salam, dan tidak wajib semua yang ada dalam kelompok menjawab salam.
Makna salam sungguh sangat dalam, karena di dalamnya terdapat do’a agar orang yang mengucapkan dan menjawabnya selalu mendapatkan keselamatan, kesejahteraan, rahmat dan berkah dari Allah swt. Oleh karena itu, ucapan salam tidak bisa digantikan dengan ucapan-ucapan penghormatan lainnya seperti selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, selamat datang dan lain sebagainya.
Dalam hadis lain Rasulullah SAW juga bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian sampai pada suatu pertemuan, maka hendaklah memberi salam. Apabila ingin keluar dari pertemuan itu, maka hendaklah ia (juga) mengucapkan salam.” (HR Abu Daud dan Tarmizi dari Abi Hurairah).
Kalaulah sehari-hari kita sudah terbiasa mendoakan orang melalui ucapan salam, seharusnya tidak ada lagi di antara kita yang sampai hati berbuat zalim atau berlaku aniaya terhadap orang lain.[5]

BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Kesimpulan dari hadits diatas menyebutkan ada dua hal yang diperintahkan dan agar dikerjakan oleh orang islam dan menjadi amalan yang sangat besar pahalanya yaitu memberi makan kepada yang membutuhkan dan mengucapkan salam kepada sesama.
Menyebarluaskan salam berarti menyebarluaskan kedamaian dan keselamatan. Karena, makna dari kalimat “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” adalah semoga Allah memberikan kedamaian (kesejahteraan), me rahmati serta keberkahan kepada kalian semua. Kalimat di atas berarti mengajak setiap umat dan orang yang mendengarnya untuk senantiasa cinta akan kedamaian dan keselamatan. Dengan salam pula, diharapkan seluruh umat akan terhindar dari sikap permusuhan dan kebencian.

DAFTAR PUSTAKA

Hardianto Prihasmoro, “Ringkasan Kitab Hadits Shahih Imam Bukhari” (Jakarta: 2007)
Software lidwa
Software maktabah syamillah



[1] Software maktabah syamillah
[2] Hardianto Prihasmoro, “Ringkasan Kitab Hadits Shahih Imam Bukhari” (Jakarta: 2007), hal. 44
[3] Software lidwa

[4] http://ainilkhairinnisa.wordpress.com/about/, diakses pada tanggal 19 Desember jam 17.00 WIB
[5]http://ainilkhairinnisa.wordpress.com/about/, diakses pada tanggal 19 Desember jam 17.00 WIB

0 komentar:

Posting Komentar