BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
adalah agama yang sempurna, yang tentunya memiliki dasar pegangan bagi
penganutnya. Agama islam memiliki dua pegangan dasar yang harus dijaga oleh
umat muslim. Dua pegangan itu adalah Al-Qur’an yaitu firman Allah dan Al-Hadits
sebagai sabda dari Rosulullah. Sebagai pedoman dasar bertindak, tentunya
seorang muslim harus mengikuti apad yang diperintahkan dalam kedua pedoman itu.
Hingga akhirnya banyak keterangan yang menyebutkan bahwa barangsiapa yang
berpegang kepada kedua tuntunan itu tidak akan sengsara dunia dan akhirat.
Islam adalah agama kasih sayang. Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan
kehidupan sosial yang senantiasa
menganjurkan pemeluknya untuk memiliki kesalehan sosial dalam hidupnya. Salah
satu bentuk kesalehan sosial adalah
mengucapkan salam dan memberikan makanan kepada orang-orang
yang membutuhkannya dan memenuhi kebutuhan mereka yang kekurangan seperti yang disampaikan oleh Rasulullah
SAW dalam haditsnya.
B.
Rumusan Masalah
Dari
penjelasan latar belakang di atas dapat dilihat sehingga bisa dijadikan rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah teks hadits tentang mengucapkan serta
memberi makan terhadap orang lain?
2.
Bagaimanakah tahrij, tahqiq, serta syarah hadits
tentang hadits diatas?
3.
Bagaimanakah kontekstualisasi hadits dalam kehidupan
sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN
حَدَّثَنَا
عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي
الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ
رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ
خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ
وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْحَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ
عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ
السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ[1]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Amru
bin Khalid berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid dari Abu
Al Khair dari Abdullah bin 'Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam manakah yang paling baik?" Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu memberi makan, mengucapkan
salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal".[2]
B.
Mufrodhat
Memberi Makan :
تُطْعِمُ
الطَّعَامَ
Mengucapkan salam : َتَقْرَأُ
السَّلَام
C.
Takhrij hadits
Setelah
dilakukan penellusuran pada software lidwa maka penulis menemukan takhrij
hadits dari nomor 5767 kitab shahih
bukhari.[3]
إفشاء السلام من الإسلام
|
|||
السلام للمعرفة وغير المعرفة
|
|||
بيان تفاضل الإسلام وأي أموره أفضل
|
|||
في إفشاء السلام
|
|||
أي الإسلام خير
|
|||
إطعام الطعام
|
|||
مسند عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله تعالى عنهما
|
D.
Tahqiq hadits
Adapun
kualitas hadits ini adalah shahih secara sanad dan matan, hal ini berdasarkan
penilaian dari ibnu hajar al-atqalani dalam software lidwa, yaitu:
Nama
|
Ulama
|
Komentar
|
Abdullah
bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il
|
Ibnu
Hajar Al Atsqalani
|
Shahabat
|
:
Martsad bin 'Abdullah
|
Ya'kub
bin Sufyan
|
Tsiqah
|
Yazid
bin Abi Habib Suwaid
|
Adz
Dzahabi
|
Tsiqah
|
Laits
bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman
|
Ahmad
bin Hambal
|
Tsiqah
|
Amru
bin Khalid bin Farrukh bin Sa'id
|
Abu
Hatim
|
Shaduuq
|
E.
Syarah Hadits
Matan hadits ini persis dengan hadits kita bahas
sebelumnya yakni Hadits
12: Humanisme Islam. Kedua hadits tersebut diriwayatkan
Abdullah bin Amr. Baik pertanyaannya maupun jawaban Rasulullah SAW, keduanya
sama persis.
Namun demikian, seperti dijelaskan pada hadits
sebelumnya, ketika Imam Bukhari mencantumkan dua hadits yang matan (redaksi)
nya sama, beliau memiliki maksud tersendiri ketika menempatkan hadits dengan
matan serupa di tempat yang berbeda. Pertama, karena hadits tersebut
mengandung pelajaran yang tidak cukup hanya dipaparkan pada satu bab saja.
Kenyataannya, memang banyak hadits Nabi yang memuat sejumlah kandungan berbeda.
Ia berbicara tentang aqidah, sekaligus juga menerangkan tentang ibadah dan
akhlak, misalnya.
Kedua, Imam Bukhari
berkeinginan agar umat Islam yang mempelajari kitab shahihnya mendapatkan
penekanan kembali mengenai hal yang sangat penting, yang dirasa kemanfaatannya
sangat banyak jika hadits dengan matan yang mirip itu ditampilkan. Kemungkinan
hal kedua ini yang menjadi alasan hadits ke-12 yang matannya sama dengan hadits
ke-28 ini sama-sama dimuat dalam Kitabul Iman. Karenanya Imam Bukhari
memberikan judul yang berbeda. Hadits ke-12 diberinya judul (باب إِطْعَامُ الطَّعَامِ
مِنَ الإِسْلاَمِ), penekanannya pada memberi makan. Sedangkan hadits ke-28 ini
diberinya judul (باب إِفْشَاءُ السَّلاَمِ مِنَ الإِسْلاَمِ), penekanannya pada
mengucap/menyebarkan salam.
Ketiga, Sesungguhnya Imam
Bukhari tidak pernah mengulang hadits dengan matan dan sanad yang sama persis.
Kalaupun matannya sama, sanadnya pasti berbeda. Demikian pula dengan hadits
ini. Meskipun hadits ke-12 dan hadits ke-28 diriwayatkan dari dari Laits, dari
Yazid, dari Abul Khair, dari Abdullah bin Amr, namun Imam Bukhari menerima
hadits ke-12 dari Amru bin Khalid, sedangkan hadits ke-28 diterimanya dari
Qutaibah.
Kita lihat pertanyaan ini hampir
sama dengan pertanyaan sahabat Nabi pada hadits ke-11. Bedanya, hadits ke-11
menggunakan kata "afdhal" dan pada hadits ini menggunakan kata
"khair". Menurut Al-Karmani, afdhal (lebih utama) berarti yang paling
banyak pahalanya, dan khair (baik) berarti banyak manfaatnya. Kata yang pertama
berkenaan dengan kuantitas, kata kedua berkenaan dengan kualitas.
Akan tetapi, jawaban yang diambil
oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani tentang berbedanya jawaban pada dua hadits yang
berurutan ini bukan pada perbedaan kata itu. Artinya, baik khair maupun afdhal,
keduanya bisa bermakna sama. Yang membedakan perbedaan jawaban Rasulullah
adalah berbedanya orang yang bertanya dan para pendengarnya. Rasulullah
bermaksud memberikan jawaban yang paling tepat bagi orang yang bertanya. Yang
tidak lain merupakan celah bagi orang itu untuk memperbaiki dirinya agar
menjadi lebih sempurna.
sedangkan penekanan dari hadits
diatas terletak pada dua titik utama yaitu:
1.
Memberi Makan (تُطْعِمُ الطَّعَامَ)
Maksudnya adalah, memberi makan
kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Berarti pula menjamu
tamu. Dalam pengertian yang lebih luas, keislaman yang baik itu adalah yang
memiliki kepekaan terhadap problem sosial, khususnya kesejahteraan. Ini sangat
diperhatikan oleh Islam. Sebab Islam adalah agama yang sempurna. Bukan hanya
mengatur hubungan dengan Allah, melainkan juga memberikan kemanfaatan kepada
sesama. Menolong kaum dhuafa', mereka yang lemah. Bentuk sederhananya adalah
memberi makan, bentuk luasnya adalah meningkatkan kesejahteraan sesama.
Subhaanallah, betapa tingginya nilai humanisme Islam.
2. Mengucapkan Salam Kepada Orang Yang Engkau Kenal Dan Orang Yang Tidak
Engkau Kenal (تَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ)
Sebab Islam adalah agama kedamaian. Salam merupakan simbol perdamaian.
Orang lain didoakan supaya selamat setiap bertemu dan berpisah. Saling
mendoakan adalah bentuk merealisasikan perdamaian. Ia juga melahirkan kedamaian
dan ketentraman, baik bagi yang mengucapkan maupun yang diucapkan salam
padanya. Ini sisi humanisme Islam yang lain.
Rasulullah menganjurkan umatnya untuk mengucapkan salam pada siapa saja
baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Khususnya dalam masyarakat Islam.
Jadi, bila tidak ada kekhawatiran yang signifikan bahwa orang yang dihadapi
adalah non muslim, Rasulullah menganjurkan untuk mengucapkan salam. Kenal
ataupun tidak kenal.
F.
Kontekstualisasi Hadits Dalam
Kehidupan Sosial
Menyebarluaskan salam
adalah perintah Allah dan Rasulullah SAW. Dalam Alquran, perintah menyebarkan
salam itu terdapat pada surah an-Nur ayat 27 dan 61, an-Nisa [4]: 86, adz-
Dzariyat: 24-25). Karena itu, menyebarkan salam merupakan kewajiban setiap
Muslim.
Abu Umarah al-Barra’
bin Azib RA berkata, “Rasulullah SAW menyuruh kami melaksanakan tujuh hal,
yakni menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang yang
bersin, menolong orang yang lemah, membantu orang yang teraniaya, me
nyebarluaskan salam, dan menepati janji.” (Muttafaq alaih).
Menyebarluaskan salam
berarti menyebarluaskan kedamaian dan keselamatan. Karena, makna dari kalimat
“Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” adalah semoga Allah memberikan
kedamaian (kesejahteraan), me rahmati serta keberkahan kepada kalian semua.
Kalimat di atas berarti mengajak setiap umat dan orang yang mendengarnya untuk
senantiasa cinta akan kedamaian dan keselamatan. Dengan salam pula, diharapkan
seluruh umat akan terhindar dari sikap permusuhan dan kebencian.
Karena pentingnya menyebarkan salam ini, Nabi
Muhammad SAW pun pernah memerintahkan seorang yang menaiki kendaraan untuk
memberi salam kepada orang yang berjalan kaki. Orang yang berjalan kaki
mengucapkan salam kepada orang yang duduk. Dua orang yang bertemu di jalan dan
kemudian saling memberikan salam, maka yang lebih dahulu memulai lebih utama
dari yang belakangan. (HR Al Bazar dan Ibnu Hibban dari Jabir).
Hadits ini juga menjelaskan tentang amalan yang terbaik (amalan yang
banyak pahalanya) dalam Islam. Ada dua amalan yang banyak pahalanya dalam Islam
yang disebutkan dalam hadits di atas yaitu : memberi makanan dan mengucapkan
salam kepada orang yang dikenal ataupun belum dikenal.
Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan
kehidupan sosial senantiasa menganjurkan pemeluknya untuk memiliki kesalehan
sosial dalam hidupnya. Salah satu bentuk kesalehan sosial adalah memberikan
makanan kepada orang-orang yang membutuhkannya dan memenuhi kebutuhan pangan
mereka.
Hadits di atas menganjurkan kepada setiap muslim
untuk memberikan makanan kepada muslim lainnya, karena sikap sosial ini dapat
menyatukan hati, manambah rasa cinta dan sayang, serta dapat menjadikan
pelakunya memiliki kemuliaan jiwa. Maka disunnahkan bagi seorang muslim untuk
selalu memberi makanan kepada orang yang membutuhkannya, khususnya orang-orang
fakir dan miskin. Supaya tidak dicap sebagai orang yang mendustakan agama,
yaitu orang yang tidak mau memberikan makanan kepada orang-orang miskin.
Islam sebagai agama perdamaian dan keselamatan juga
sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk selalu menyebarkan ucapan salam
(assalaamu ’alaikum) kepada siapapun, baik kepada orang yang sudah dikenal
maupun yang belum dikenal.selama dia bukan non muslim. Ucapan salam ini sebagai
wasilah untuk menimbulkan rasa cinta dan sayang sesama kaum muslimin, karena di
dalam ucapan salam itu sendiri mangandung do’a keselamatan dan kesejahteraan
antara yang memberi salam dan yang menjawabnya. Sungguh benar kalau Islam
dikatakan sebagai rahmatan lil ’alamin.[4]
Mengucapkan salam bagi setiap individu muslim jika
dia seorang diri, maka hukumnya sunnah mu’akkadah, dan jika berkelompok maka
hukumnya sunnah kifayah. Maksudnya jika mereka dalam satu kelompok, maka cukup
beberapa orang saja yang mengucapkan salam, tidak disunnahkan semuanya serempak
mengucapkan salam.Sedangkan menjawab salam hukumnya wajib ’ain (fardhu ’ain)
jika yang menjawabnya hanya seorang diri. Berarti jika ia tidak menjawab salam,
maka ia berdosa. Dan jika mereka berkelompok, maka hukumnya wajib kifayah, yaitu
cukup beberapa orang saja yang menjawab salam, dan tidak wajib semua yang ada
dalam kelompok menjawab salam.
Makna salam sungguh sangat dalam, karena di dalamnya
terdapat do’a agar orang yang mengucapkan dan menjawabnya selalu mendapatkan
keselamatan, kesejahteraan, rahmat dan berkah dari Allah swt. Oleh karena itu,
ucapan salam tidak bisa digantikan dengan ucapan-ucapan penghormatan lainnya
seperti selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, selamat
datang dan lain sebagainya.
Dalam hadis lain Rasulullah SAW juga bersabda, ”Jika
salah seorang dari kalian sampai pada suatu pertemuan, maka hendaklah memberi
salam. Apabila ingin keluar dari pertemuan itu, maka hendaklah ia (juga)
mengucapkan salam.” (HR Abu Daud dan Tarmizi dari Abi Hurairah).
Kalaulah sehari-hari kita sudah terbiasa mendoakan
orang melalui ucapan salam, seharusnya tidak ada lagi di antara kita yang
sampai hati berbuat zalim atau berlaku aniaya terhadap orang lain.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari hadits diatas
menyebutkan ada dua hal yang diperintahkan dan agar dikerjakan oleh orang islam
dan menjadi amalan yang sangat besar pahalanya yaitu memberi makan kepada yang
membutuhkan dan mengucapkan salam kepada sesama.
Menyebarluaskan
salam berarti menyebarluaskan kedamaian dan keselamatan. Karena, makna dari
kalimat “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” adalah semoga Allah
memberikan kedamaian (kesejahteraan), me rahmati serta keberkahan kepada kalian
semua. Kalimat di atas berarti mengajak setiap umat dan orang yang mendengarnya
untuk senantiasa cinta akan kedamaian dan keselamatan. Dengan salam pula,
diharapkan seluruh umat akan terhindar dari sikap permusuhan dan kebencian.
DAFTAR PUSTAKA
Hardianto Prihasmoro, “Ringkasan Kitab Hadits Shahih Imam
Bukhari” (Jakarta: 2007)
Software
lidwa
Software maktabah syamillah
0 komentar:
Posting Komentar