bahasa agama lebih difokuskan dalam
pembahasan bahasa agama dalam Islam, dalam dalam hal ini adalah al-Qur’an.
Bahasa adalah suatu media untuk
menyatakan kehadiran sebuah realita dan persona. Sedangkan definisi bahasa
agama, terdapat dua pengertianyaitu:
·
bahasa agama
ialah kalam Ilahi yang kemudian terabadikan dalam kitab suci (Al-Qur’an).
Pengertian ini dilihat dari sudut pandang theo-oriented.
·
bahasa agama
adalah ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok
sosial atau dalam istilah Agama Islam mengarah kepada Hadits (fi’li, qauli,
taqriri), Atsar as-Shahabah, Tabi’in, tabi’ al-Tabi’in ataupun para Ulama
setelahnya meskipun tidak selalu merujuk kepada kitab suci. Pengertian yang
kedua ini, didasarkan terhadap sudut pandang antropo-oriented.
Adapun faktor faktor yang menjadikan
bahasa agama menjadi urgen dibahas oleh para teolog dan folosof adalah sebagai
berikut:
·
pentingnya
menyingkap makna dan pengertian proposisi-proposisi keagamaan dan
ungkapan-ungkapan yang berhubungan dengan tuhan.
·
Menganalisi
sifat-sifat berita untuk menjauhi dimensi keserupaan, kematerian dan menghidari
dari kematian rasional agama.
·
Menyingkap makna
dari sifat-sifat yang sama antara manusia dan tuhan seperti ilmu kodrat dan
iradah.
·
Kontradiksi
antara ilmu dan agama dan untuk memecahkan masalah kontradiksi tersebut
dilahirkan bahasa agama.
·
Menganalisa dan
mengobservasi keyakinan-keyakinan dan proposisi-proposisi keagamaan dengan
tujuan mencerahkan broblematika permasalahan internal agama.
·
Munculnya
aliran-aliran khusus filsafat
Setiap kitab suci, begitu telah
terbukukan maka secara fisik tekstual ia telah hadir dan duduk sejajar dengan
buku-buku lainnya.ia telah menjadi fakta historis. Sedangkan, kemudian yang
membedakan adalah sikap pembaca dan respons pembacanya, begitupun dalam
memahami gaya bahasa agama maka sikap pembaca sangat berperan. Secara
sederhana, terdapat dua kategori bahasa agama (kitab suci), yaitu preskriptif
dan deskriptif. Yang pertama preskriptif, struktur makna yang dikandung selalu
bersifat imperatif dan persuasif, yaitu menghendaki pembaca mengikuti pesan
pengarang sebagaimana terformulasikan dalam teks. Dalam ungkapan-ungkapan
preskriptif posisi pangarang menjadi pusat putaran, sementara pembaca diminta
mengikuti ajakan dan sarannya. Berbeda dengan deskriptif, jika gaya preskriptif
pengarang cenderung memerintah, maka gaya bahasa deskriptif lebih demokratis
sifatnya.
Lalu berkenaan dengan isi yang
terkandung dalam Al-Qur’an, maka sebagian besar gaya bahasa Al-Qur’an bersifat
preskriptif. Kemudian timbul pertanyaan, apakah benar Allah itu adalah Dzat
yang diktator ?. Tidak benar jika Allah kita klaim sebagai Dzat yang diktator,
yang memaksakan kehendaknya dalam Al-Qur’an untuk diikuti. Karena pada
hakikatnya kita tidak akan mengetahui baik-buruk tanpa petunjuk dari Allah swt.
Maka Allah kita misalkan sebagai guru yang bijak, beliau akan memilih ungkapan
yang tepat ketika berbicara, sesuai ruang, waktu, dan objek yang dituju. Oleh
karenanya, dalam Al-Qur’an pesan dan perintah Allah kadangkala dituangkan dalam
bentuk narasi deskriptif serta ungkapan-ungkapan metaforis.
Di kalangan Ulama Mutakalllimun (teolog
Islam) bahkan terdapat pandangan yang cukup kuat bahwa salah satu kekuatan
Al-Qur’an justru terletak pada gaya bahasanya, sehingga para sastrawan handal
pada saat itu harus mengakui kekalahan mereka ketika dihadapkan pada tantangan
gaya bahasa Al-Qur’an. Gaya serta keindahan bahasa Al-Qur’an tidak bisa
dikategorikan sebagai karangan prosa atau puisi, karena bahasa Al-Qur’an
sesungguhnya lebih menekankan makna yang sanggup menggugah kesadaran batin dan
akal budi ketimbang sekedar ungkapan kata yang berbunga-bunga. Disini perlu
diberi penekanan, gaya bahasa hanyalah salah satu aspek saja, sedangkan aspek
yang paling fundamental dari Al-Qur’an adalah pada kejelasan dan ketegasan
maknanya, terutama menyangkut Doktrin Tauhid dan Hukum.
0 komentar:
Posting Komentar